Rasa beras yang enak ternyata belum tentu bergizi tinggi. Pulen atau pera?
Menurut Dr. Yadi Haryadi, beras pulen umumnya dihasilkan dari padi yang umur
tanamnya lebih lama dibanding padi penghasil beras pera. Padi penghasil
beras pulen seperti beras Cianjur, biasanya dipanen dengan cara
dipotong tangkai atau malainya sehingga diperoleh padi gedeng. Beras pulen contohnya seperti beras Cianjur, Rojo Lele, Bare Solok, dan
sebagainya. Beras ini, kata Yadi, jika ditanak akan menghasilkan nasi
yang butirannya saling menempel sehingga dapat dikepal. Ini terjadi
karena kandungan amilosa-nya rendah, sementara kandungan
amilopektinnya lebih tinggi dibanding beras pera.
Sedangkan padi pera atau biasa juga disebut padi cere, dipanen dengan
cara diarit batangnya kemudian langsung digabahkan. ”Ciri lainnya,
beras pera kalau ditanak butiran nasinya tidak lengket satu sama lain.
Hal ini karena kandungan amilosanya tinggi,” imbuh pria kelahiran
Cinjur, Jawa barat ini.
Yadi menambahkan, berdasarkan kandungan amilosanya, beras dibagi ke
dalam empat golongan. Yaitu beras ketan yang sangat pulen (kadar amilosa
sekitar 1-2 persen), beras pulen (kadar amilosa 7-20 persen), beras
sedang (kadar amilosa 20-25 persen) dan beras pera (kadar amilosa lebih
dari 25 persen). Menurut dia, masyarakat Indonesia tampaknya lebih
memilih beras yang mengarah ke pulen. Hal yang sama juga disukai
masyarakat Jepang dan Cina. Sebaliknya, orang India justru lebih memilih
beras pera.
Enak belum tentu bergizi
Lalu bagaimana sebenarnya beras yang berkualitas itu? Menurut Yadi,
berbicara mutu beras, tidaklah mudah, karena ada berbagai aspek mutu.
”Ada mutu komersial, cooking quality, eating quality, dan mutu gizi.”
Mutu komersial, kata dia, lebih mementingkan keadaan fisik butir beras
seperti persen beras kepala, persen beras patah, derajat sosoh, persen
beras berkapur, persen beras kuning, persen benda asing. Yadi
menambahkan, beras dapat dikategorikan bermutu tinggi bila tidak berbau
apek, tidak berserangga, tidak kotor, dan kadar airnya sekitar 14
persen.
Kualitas beras juga ditentukan lamanya masa penyimpanan. Ia
mengungkapkan, semakin lama beras disimpan, apalagi dalam kondisi
penyimpanan yang tidak memenuhi syarat, maka mutunya akan turun. Beras
yang lama disimpan kadar airnya akan meningkat dan menghasilkan bau apek
karena serangan kapang.
Mutu beras juga akan sangat ditentukan cooking quality. Kriteria ini
antara lain penyerapan air, pengembangan volume, resistensi terhadap
disintegrasi, dan perpanjangan butir nasi.
Sedangkan, keempukan, kepulenan, dan kelengketan merupakan kriteria
eating quality. Sedangkan mutu gizi lebih menekankan pada kandungan gizi
yang berguna bagi kesehatan seperti kadar protein, kadar lemak, kadar
asam amino esensial, kadar vitamin, dan kadar mineral. Yadi menegaskan,
beras yang secara komersial bermutu tinggi belum tentu bermutu tinggi
secara gizi.
Menurut Yadi, dari segi gizi, beras sosoh yang setiap hari kita
konsumsi kalah jauh dibandingkan dengan beras pecah kulit (beras PK).
Beras PK adalah beras yang masih mempunyai kulit luar. Beras PK
diperoleh dari butir gabah yang dikelupas sekamnya. Di pabrik atau
penggilingan padi biasanya digunakan rice huller atau rice husker untuk
memperoleh beras PK. Alat yang digunakan biasanya terdiri atas dua rol
dengan permukaan karet yang berputar berlawanan arah dengan kecepatan
berbeda.
Seperti disebutkan di muka, beras yang enak belum tentu bergizi.
Sebaliknya beras yang tidak enak seperti beras PK, sangat bergizi. Oleh
karena itu sebaiknya beras PK ditepungkan, kemudian dijadikan makanan
lain seperti kue.
Pencucian tak selalu berpengaruh
SiMax Pangan, menyediakan beras Ciherang dengan kualitas penanganan pasca panen yg sangat baik, fresh (baru dari penggilingan), bebas dari aromatik buatan, bebas dari tambahan pemutih, tersedia untuk pembelian quantity / jumlah besar.
Simax Pangan, juga menyediakan beras organik hitam dan merah sebagai alternatif makanan kesehatan yang bebas pestisida, yang berasal dari tanaman beras organik di Jawa tengah, kemasan dalam 5 kg.